Rabu, 23 September 2015

On Smile (Tentang senyuman...)

Our smile can make other people smile, even sometimes there are people who force a smile when they see us smile even though we did not ask him to smile ....Isn't it interesting..?

Just as interesting when meet someone with sluggish face, or a bit daunting, and then they turn to look much different, much more attractive, when they smile.

And even more interesting when we realize that our smile, when it makes other people smile, can aid people radiate his positive aura, which he might never realizes.

Is the meaning of smile as great as that?

A Qigong master once said that a smile can enhance the chi. A smile can boost our energy.

We also (at least most of us) believe a smile as a devotion.I have the belief that when everyday we see many people smile, things will be differentand if you wish to exaggerate, the world will be differentDo you believe it..As if we could change the world just by smiling.  

I can not deny that a smile is a good thingBut to smile is not always easyespecially when we are having negative emotion such as anger, disappointmentfear or anxiety. What do we do then..? 

Approximately during the first year of college I started to see smile differently. Roughly around 1999, I attended a sort of spiritual program. As if there was something set free from me, at the end of the program it felt like that it was easier to smile. I started to see things a little bit more optimistically. That the world seemed to be a little bit brighter. At that time I learned that our smile is influenced by our level happiness.

Since that time I smiled more often. Maybe because at that time I felt happier than I was before. But still there were moments when it was easier to smile and also times when it was harder to smile. When it is hard to smile, when we already feel that smile is a good thing, sometimes we tend to impose a smile. We do not really want to smile or not really able to smile, but we force it. And slowly we began to fall in the habit of giving an empty smile, which is only a mechanical movement of the lips.

At those kind of moments, I feel my smile is not sincere, and finally ... felt useless, empty. What does it mean to smile if it is forced. What does it mean to smile if it is only a change in the appearance of the skin on the face. What does it mean if it does not come from our heart that will never touch other peoples heart. A smile with no heart involved.  


When i began to realize it, I began to stop forcing a smile, and then I started, again, to smile less frequently. But not because i could not smile, but more because when I do not want or am not able to smile, I chose not to smile.

At that time I tried to be the way i was. Let the face represent what i really feel. Smile when i want to and when i can, and no need to smile when i do not want to and when i can not. If therefore I do not look friendly, it's up to them. That simple. 

Until finally I began to see that our smile actually also reflects the way we see our neighbor, the way we see who they are and what they are to us, and what we, conciously or unconciously, expect from them. 

What's on our mind about other people, will influence how easy it is to smile to that person. When they look fun, we will be much easier to smile on them. When it look like that they have the potential to benefit us, we will be much easier to smile on them. When they remind us of beautiful things, the fun or funny things, we will be much easier to smile on them.

And vice versa. When they look unpleasant, it would be very difficult to smile at them. When they look like having the potential to harm us, it will be much harder to smile on them. When someone reminds us of the bad things, hurtful things, the creepy things, we will be more difficult to smile at him. Then what are we going to do with it...?

Our ability to smile at people who look unpleasant seem to indicate the extent to which we are able to accept our own weaknesses. The ability to smile to those who potentially harm us, seems to reflects our ability to accept that everything we have today can be taken from us at any time. Our ability to smile at people who reminds us of the negative things, seems to reflects our ability to accept whatever life has to offer to us.

Our smile reflects our ability to accept ourselves. The smiles also reflect how well we see the world. Our smile also reflects how we see life. And to express it in a more conclusive way, our smile reflects the extent to which we accept His will.

I started to understand that giving a smile actually means giving love. The love that enables us to accept ourselves, the love that enables us to be set free from what we think belong to us, the love that enables us to be open to what life has to offer. 

The more love we have, the more smile we could give. How much we can smile, is determined by how much love there is in us. And how much love there is in us, is determined by how much we are willing to receive love.

When it is hard to smile for any reason, we need more love in us in order to keep smiling.

Paseban, 23 September 2015


===============================================================


Senyuman kita bisa membuat orang lain tersenyum, bahkan kadang ada orang yang memaksakan senyum ketika melihat kita tersenyum. Padahal kita ngga minta dia tersenyum...Menarik ya...?

Sama menariknya saat bertemu orang dengan wajah lesu atau berkerut atau sedikit menakutkan, kemudian tampak jauh berbeda, jauh lebih menarik, ketika tersenyum.

Dan jauh lebih menarik lagi ketika menyadari bahwa senyum kita, ketika membuat orang lain ikut tersenyum, dapat membantu orang itu memancarkan aura positifnya, yang mungkin terkadang tidak dia sadari dimilikinya.

Sebesar itukah makna senyum?


Seorang Master ChiKung pernah mengatakan bahwa senyum dapat meningkatkan chi. Senyum dapat meningkatkan energi kita.

Kita pun (setidaknya sebagian besar dari kita) meyakini senyum sebagai ibadah. Dan saya percaya, bila setiap hari kita melihat banyak orang tersenyum, banyak hal akan terasa berbeda, dan kalau mau lebay, dunia akan terasa berbeda. Percaya nggak..? Seakan-akan kita bisa mengubah sekitar kita hanya dengan senyuman.

Saya tidak bisa menyangkal bahwa senyum adalah sesuatu yang baik. Tetapi, tersenyum itu tidak selalu mudah, terutama bila kita sedang mengalami emosi negatif seperti marah, kecewa, takut, khawatir. Lalu bagaimana..?

Kira-kira sewaktu SMA, saya mulai melihat senyum secara berbeda. Kira-kira pada tahun pertama kuliah, sekitar tahun 1999, saya mengikuti semacam acara rohani. Seperti ada yang terlepas dari diri saya, di akhir acara itu sepertinya saya menjadi lebih mudah tersenyum. Saat itu saya sepertinya mulai menyadari bahwa senyum kita mencerminkan kadar kebahagiaan kita.

Sejak saat itu saya lebih banyak tersenyum. Mungkin karena saat itu saya merasakan kebahagiaan lebih dari biasanya. Tetapi tetap ada saat di mana tersenyum terasa mudah dan ada saat di mana tersenyum terasa lebih sulit dari biasanya sehingga kita kemudian tanpa sadar mulai memaksakan senyuman, dan mulai terjerumus pada kebiasaan memberikan senyum yang kosong, yang hanya berupa pergerakan mekanis bibir saja.

Pada saat itu, saya merasa senyuman-senyuman saya tidak tulus, dan akhirnya ... terasa tidak berguna. Apa artinya tersenyum kalau terpaksa. Apa artinya tersenyum kalau itu hanya berupa perubahan penampakan kulit di wajah. Apa artinya senyum kalau tidak menyentuh hati...tanpa rasa..

Ketika mulai menyadari itu, saya mulai berhenti memaksakan senyum, dan kemudian saya kembali jarang tersenyum. Tetapi bukan karena tidak bisa tersenyum, tetapi lebih karena ketika saya sedang tidak ingin atau sedang tidak bisa tersenyum, saya memilih untuk tidak tersenyum.

Saat itu saya mencoba untuk apa adanya. Tersenyum ketika ingin dan bisa, dan tidak perlu tersenyum ketika tidak ingin dan tidak bisa. Kalau karenanya saya jadi terlihat tidak ramah, terserah. Sederhana.

Sampai akhirnya saya kemudian mulai melihat bahwa senyuman kita juga sebenarnya mencerminkan cara kita memandang sesama kita.

Apa yang ada di pikiran kita tentang orang lain akan memengaruhi semudah apa kita tersenyum kepada orang itu. Ketika orang itu tampak menyenangkan, kita akan lebih mudah tersenyum kepadanya. Ketika orang itu tampak punya potensi memberikan keuntungan bagi kita, kita akan lebih mudah tersenyum kepadanya. Ketika orang itu mengingatkan kita pada hal-hal indah, pada hal-hal menyenangkan, pada hal-hal lucu, kita akan lebih mudah tersenyum kepadanya.

Demikian pula sebaliknya. Ketika orang itu tampak tidak menyenangkan, akan sangat sulit tersenyum kepadanya. Ketika orang itu tampak berpotensi merugikan kita, kita akan sulit tersenyum kepadanya. Ketika seseorang mengingatkan kita pada hal-hal buruk, hal-hal menyakitkan, pada hal-hal menyeramkan, kita akan lebih sulit tersenyum kepadanya. Lalu bagaimana ...?

Kemampuan kita untuk tersenyum kepada orang yang tampak tidak menyenangkan sepertinya menunjukkan sejauh mana kita mampu menerima kelemahan kita sendiri. Ada yang bilang kemampuan kita untuk menerima kekurangan orang lain, sangat dipengaruhi kemampuan kita menerima kekurangan diri sendiri. Semakin sulit kita menerima kekurangan diri sendiri, semakin sulit pula kita menerima kekurangan orang lain.

Kemampuan untuk tersenyum kepada orang yang tampak berpotensi merugikan kita, mencerminkan kemampuan kita untuk menerima bahwa segala yang kita miliki saat ini dapat lepas dari kita kapan pun. Terasa aneh ya? Seakan-akan, kemampuan senyum itu tergantung cara pandang kita pada segala hal yang kita miliki. Apakah kita memegangnya begitu erat, begitu takut bahwa tanpanya kita akan menderita, atau, apakah kita melihatnya sebagai sesuatu yang hanya mampir pada diri kita dan dapat pergi kapan saja.

Kemampuan kita untuk tersenyum pada orang-orang yang mengingatkan kita pada hal-hal negatif mencerminkan kemampuan kita dalam menerima apa pun yang ditawarkan kehidupan kepada kita.

Senyuman kita mencerminkan kemampuan kita dalam menerima diri kita sendiri. Senyuman kita juga mencerminkan sebaik apa kita memandang dunia. Senyuman kita juga mencerminkan bagaimana kita memandang hidup dan kehidupan. Dan lebih sederhananya, dapat dikatakan bahwa senyuman kita mencerminkan sejauh mana kita dapat menerima kehendak-Nya.

Kemudian, saya mulai menyadari bahwa memberikan senyuman sebenarnya berarti memberikan cinta. Cinta yang memampukan kita menerima diri kita apa adanya, cinta yang memampukan kita terbebas dari hal-hal yang kita pikir adalah miliki kita, dan cinta yang membuat kita berani terbuka menerima apa yang ditawarkan oleh kehidupan pada kita.
 
Semakin banyak cinta yang kita miliki, semakin banyak senyum yang bisa kita berikan. Sebanyak apa kita bisa tersenyum, ditentukan oleh sebanyak apa cinta yang ada dalam diri kita. Dan sebanyak apa cinta yang ada dalam diri kita, ditentukan oleh sebanyak apa kita bersedia menerima cinta.

Ketika tersenyum terasa sulit karena apa pun, kita butuh lebih banyak cinta agar bisa tetap tersenyum.

Paseban, 23 September 2015
Revisi pertama: 12 Juni 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar